Rabu, 27 April 2016

Tuna Rungu (Versi Bahasa Indonesia)



Oleh Manfred Stoifl (Hearing Aid Acoustician) AAHA, Vienna, Austria 


Tuna rungu adalah efek dari kehilangan pendengaran dan memiliki beberapa bentuk dan akibat.
Beberapa bentuk kehilangan pendengaran menghasilkan perbedaan dalam tuna rungu. Namun, semua gangguan pendengaran memiliki satu hal yang sama, bahwa kemampuan telinga untuk mengubah suara menjadi stimuli listrik atau untuk menyambungkan stimuli ke otak terdapat gangguan. 

Mengerti arti suara dan kemampuan untuk bekerja secara cepat dan secara tidak sadar dengan informasi dari telinga merupakan kemampuan pembelajaran/yang dibutuhkan. Proses otomatis dan dengan sengaja ini sangatlah bergantung pada kejernihan dan input spektrum auditory penuh dalam bentuk stimuli listrik, dengan resolusi setinggi-tingginya yang datang dari kedua telinga dan latihan yang terus menerus sepanjang hidup kita.

Gangguan pendengaran datang saat otak kita tidak dapat memberikan arti pada stimuli yang datang dari telinga. Ini dapat disebabkan kerusakan dalam telinga, konduksi dari telinga ke otak atau otak tidak dapat memberikan arti secara cepat dan akurat. Kemmungkinan besar ini merupakan kombinasi dari semua 3 faktor tersebut dan waktu. Semakin sedikitnya resolusi sinyal, semakin rumit tugas otak untuk memberikan arti khusus untuknya.

Biasanya gangguan pendengaran tidak akan menghasilkan kecacatan, namun seiring berjalannya waktu lingkungan terasa menjadi kurang bising dan suara yang pelan menjadi tidak terdengar. Ini berarti bahwa pusat-pusat pendengaran di otak tidak memiliik masukan penting. Seiring berjalannya waktu tingkatan gangguan pendengaran akan bertambah dan jumlah informasi yang tersedia untuk otak menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan prose pusat menjadi kurang cepat dan kurang tepat disebabkan dengan kurangnya pelatihan.

Awalnya hal ini dibuktikan dengan kurang mengerti percakapan orang lain di situasi kebisingan atau dalam lingkungan akustik yang berlawanan, atau menjadi cepat lelah dalam mendengarkan disituasi tersebut. Dengan berjalannya waktu dengan atau tanpa bertambahnya gangguan pendengaran otak menjadi lambat dan proses suara menjdai semakin buruk. Masalah yang awalnya hanya terjada pada kondisi mendengar yang berlawanan menjadi semakin nyata.

Ini merupakan proses yang saling berkaitan. Semakin kurangnya kita mendengar, menjadikan pusat mendengar dalam otak kita bekerja lebih lambat dan kurang tepat. Semakin lambat dan kurang akuratnya pusat pendengaran di otak, menjadikan ketidak mampuan mendengar menjadi semakin jelas dan akan berdampak dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berkomunikasi.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyaknya “kekuatan otak” yang dibutuhkan untuk melakukan proses memberikan ari kepada suara, menjadikan sebuah proses yang seharusnya terjadi dengan sendirinya menjadi proses yang harus dilakukan tidak dengan sendirinya. Pada tingkat ini beberapa mencoba untuk mengurangi efek dari gangguan pendengaran, pada awalnya memeang berhasil, dengan tulisan. Hal ini tentunya cara mendengar yang sangat melelahkan dan kurang efisien  dan akhirnya menjadikan seseorang perlahan menghindari percakapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar